Kuliah, berarti kembali menjalankan tugas negara, “jangan sampe malu-maluin pemda yang telah memberi izin dan kementrian yang telah banyak mengeluarkan biaya. Semoga bisa menjaga amanah, meski banyak warna yang menghiasi perjalanannya. Terutama kembali meninggalkan istri, dan anak-anak yang sekarang dalam posisi “golden age” yang memaksa saya tidak melihat aksi dan tingkah laku mereka setiap hari dan hanya mendapat laporan rutin dari istri tiap hari via telpon, sms, dan chat di FB.
Liburan kemarin memang menyenangkan, tidak banyak aktivitas yang dilakukan, hanya kegiatan rutin mendampingi dan mengantar istri kemana-mana, bermain, sesekali jalan-jalan, mendengarkan celotehan anak, memantau tingkah laku mereka, memberi pelukan, nasihat, motivasi dll. aktivitas biasa yang sedikit diramu sengan menciptakan suasana menyenangkan. Alhasil, tidak lama setelah sampai kembali di kampus, Najwa anak pertama saya sambil menangis di telpon berkata demikian:
“gak ada abi mah, ngga seru, cepetan pulang lagi yaa.”
Berkesan, mungkin itulah satu kata yang pas mewakili ucapan anak pertama saya itu dan menurut hal ini diakibatkan oleh kemampuan kami (saya dan istri) dalam menciptakan waktu yang berkualitas (quality time) bagi kedua anak kami.
Quality Time?
Quality time intinya adalah penggunaan waktu yang efektif dan memusatkan perhatian pada seluruh anggota terutama untuk saling berbagi perhatian, mendengarkan curhat, dan berbagi pendapat. Istilah ini sebenarnya akrab bagi anggota keluarga yang memiliki kesibukan yang luar biasa satu sama lain, sehingga kesempatan untuk saling bertemu semakin sedikit.
Tapi sebenarnya tidak sedikit juga (terutama ibu) yang tidak begitu sibuk namun tidak menggunakan waktunya secara berkualitas, biasanya hal ini disebabkan oleh cara pandang yang kurang tepat dalam mendidik anak, dimana orang tua merasa cukup jika sudah membiayai sekolah anak, memberi makan, uang jajan serta menuruti keingian-keinginan mereka. Padahal hidup tidak melulu uang dan materi, anak-anak butuh perhatian, dorongan, kepercayaan, teladan, nasihat, kritik dll, sehingga menjadikan mereka pribadi yang luar biasa dan berarti bagi sesama.
Kita tentu ingin anak-anak kita, menjadi orang hebat, dan melebih apa yang telah kita capai, tapi tidak sedikit diantara kita yang tidak tahu apa sebenarnya yang mereka inginkan. Kita juga memaksa mereka untuk menjadi ini dan itu, tapi kita tidak tahu ingin jadi apa mereka kelak. Oleh karena itu komunikasi yang baik sangat diperlukan, arahkan mereka jika menyimpang, dengarkan mereka jika ingin menuangkan kegalauannya, beri mereka kepercayaan, bangun percaya dirinya jika minder, peluk dan belai mereka beri kehangatan dan anda akan dirindukan.
Kesamaan Paradigma
Istri adalah partner suami pun sebaliknya, istri bukan hiasan yang stuck dan statis baca juga artikel saya di
istri bukan hiasan rumah
Oleh karena itu komunikasi antara suami dan istri dalam menciptakan waktu dan suasana yang ideal adalah kunci utama untuk mendapatkan waktu berkualitas dengan anak-anak. Anak-anak juga manusia, mereka memiliki insting dan perasaan, sehingga mereka bisa merasakan hal yang tidak nyaman, jika istri dan suami berbeda pendapat,berselisih apalagi bertengkar. So, membangun kesamaan visi, misi dan paradigma keluarga mutlak dilakukan.
Tidak melulu jalan-jalan dan makan bersama
Banyak orang yang memanfaatkan waktu senggang dengan berjalan-jalan atau makan bersama, tidak salah dengan hal itu, tapi sebenarnya tetap berada dirumah dengan mereka, memasak bersama, berkebun, meminta mereka menunjukan kemampuannya, dll bisa dilakukan intinya kerjakan semuanya dengan senang dan menyenangkan.
Yuuk sebagai orang tua, mari kita bangun diri kita menjadi pribadi yang dibanggakan anak-anak kita, menjadi orang yang paling dikangenin mereka , dan menjadi cinta pertama mereka.
Love being a dad and mom, learn to be better.
Wallahu a’lam
ilustrasi gambar: sumber. waspada.co.id